Melamar suatu pekerjaan yang diinginkan apalagi diiming-imingi dengan gaji besar dan sejumlah fasilitas yang enak tentu tidak mudah. Ada banyak sekali hal yang harus kita lewati untuk menempuh apa yang kita cita-citakan tersebut. salah satunya adalah ketika saya ingin melamar untuk masuk ke salah satu perusahaan BUMN besar di Indonesia.
Ibu saya bekerja di PLN Kantor Pusat Bandung sejak ia masih gadis dan belum menikah. Setelah saya lulus kuliah ia pun menyarankan untuk melamar pekerjaan di PLN, apalagi Ibu saya tahu kapan dan di mana lowongan PLN tersebut dibuka. Pernah ketika saya sedang bekerja di Bali, Ibu saya memberi tahu bahwa ada lowongan kerja PLN di Yogyakarta. Meluncurlah saya ke Yogya sore itu juga.
Perjalanan dari Bali ke Yogyakarta itu tidak sebentar, karena tidak mendapat tiket pesawat dalam waktu cepat (saat itu mendapat tiket tidak semudah sekarang) saya pun harus naik Bus. Perjalanan yang cukup lama dan sangat melelahkan memang. Ternyata lowongan pekerjaan itu dibuka di Job Seeker, yang disatukan dengan perusahaan besar lainnya yang juga sedang membuka lowongan.
Sampai di sana ternyata antriannya sangat panjang, belum masuk ke stand PLN saja sudah membutuhkan waktu. Apalagi setelah mengantri di stand PLN, antriannya luar biasa panjang dan saya sampai harus menunggu beberapa jam untuk mengantri. Hanya untuk menyerahkan lamaran pekerjaan tersebut, padahal kalo zaman sekarang tinggal di apply lewat web atau email.
Beberapa hari kemudian pengumuman untuk panggilannya ada di website PLN, tetapi sayangnya saya tidak masuk. Namun Ibu saya tetap menyemangati bahwa masih ada banyak kesempatan di tempat lain. Tetapi benar yang dibilang Ibu saya, masih ada banyak kesempatan untuk masuk ke PLN maka saya pun kembali melamar ketika sedang di Bandung beberapa bulan kemudian.
Bedanya lamaran yang di Bandung langsung menjalani tes selama 2 hari berturut-turut, saat itu saya ikut tes di kampus ITB di pagi hari. Jam 6 pagi saya mulai ikut tes, sampai siang hari. Ternyata saya salah melihat tanggal, karena tes selanjutnya dilaksanakan siang hari setelah tes yang pertama selesai dilakukan. Tapi pihak PLN masih memberi kesempata untuk ikut tes kedua esok harinya.
Ternyata yang mengikuti tes PLN di periode kedua itu ada banyak sekali, banyak yang tidak melihat tanggal dengan benar seperti saya. Maka keesokan harinya saya mengikuti tes kembali, bedanya tes ini dibuat secara berkelompok. Terbagi dengan 5-6 orang per kelompok, kemudian kami diberi beberapa lembar kertas yang isinya tentang tema atau topik yang akan dipresentasikan.
Saya sempat minder ketika dihadapkan dengan pelamar lainnya yang 1 kelompok dengan saya, karena mereka terlihat lebih pintar dibanding saya. Bahkan ada salah satu pelamar yang memiliki kriteria lengkap, dalam bahasa yang ia miliki, cara ia mempresentasikan sesuatu dan pengetahuannya dalam menguasai topik yang ia bahas.
Saya sempat mengeluh hampir putus asa pada Ibu saya, karena saya merasa tidak siap untuk bersaing dengan pelamar lainnya yang sangat pintar dibanding saya. Tetapi Ibu saya terus menyemangati, karena kalau Tuhan bilang saya pasti masuk maka saya pasti akan masuk ke perusahaan tersebut.
Ibu saya juga bercerita bahwa ketika ia mulai melamar di PLN, ia pernah salah menuliskan nama dan nomor peserta. Tetapi karena Tuhan memutuskan bahwa Ia harus masuk ke perusahaan tersebut, maka tak peduli ia salah menulis nama atau nomor apapun ia tetap masuk dan digariskan untuk masuk ke sana.
Akhirnya diam-diam saya berharap bahwa nama saya akan dicatat oleh Tuhan untuk masuk ke PLN, yang kemudian nama itu tertulis di salah satu pengumuman di website PLN. Tetapi sayangnya ternyata saya harus gagal lagi, untuk ke sekian kalinya. Akhirnya lamaran tersebut menjadi lamaran terakhir saya ke PLN, karena saya benar-benar sudah menyerah.
Mungkin memang benar nama saya tidak Tuhan tuliskan di sana, tetapi saya tetap optimis bahwa setiap orang memiliki jalan hidupnya masing-masing. Sehingga jika saya memang tidak ditakdirkan untuk masuk ke PLN, maka ada jalan baik lainnya yang Tuhan putuskan untuk hidup saya.