Anak kecil yang berumur 6 tahun itu dibelikan sebuah buku harian kosong oleh Ayahnya, tanpa Ayahnya tahu akan diisi apa buku harian itu oleh anak yang masih baru bisa membaca dan menulis. Menceritakan kejadian sehari-hari saja belum tentu bisa, sama halnya dengan Ayahnya anak kecil itu juga bingung apa yang harus ia tulis di sana.
Akhirnya ia pun memilih untuk mengisi buku hariannya dengan apapun yang ia rasakan saat itu, saking excitednya ia akan menulis segala hal yang ada di kepalanya. Mulai dari puisi asal-asalan, atau coretan tak bermakna tentang kesehariannya di sekolah. Walaupun sejauh yang kita tahu, tak ada yang penting selain bermain dan belajar untuk anak umur 6 tahun di sekolah.
Anak tersebut adalah aku, dan mulai dari sanalah aku suka menulis. Dimulai dari buku harian kosong yang ditumpahkan lewat tulisan oleh seorang anak umur 6 tahun. Yang di mana saat itu aku pun belum tahu ingin menjadi apa, tapi aku sudah mulai bisa membaca di umur 4 tahun. Selain suka menulis, aku memang sudah mencintai dunia baca buku dari sejak bisa membaca.
Aku masih ingat saat itu plang-plang yang umumnya berada di jalan raya aku baca, bahkan koran ayahku pun dibaca tanpa paham artinya. Pada dasarnya modal utama seorang penulis adalah membaca buku, sebanyak-banyaknya. Dengan banyak membaca ia bisa bermain dengan jutaan kata-kata, lalu diikuti dengan makna dari kata tersebut, dan disambung dengan menulis dari hati.
Aku pun mulai menulis sejak saat itu, sejak Ayahku membelikanku buku harian. Aku mulai suka menulis puisi, menulis cerita untuk tugas yang diberikan guru bahasa Indonesiaku yang standar seperti berlibur ke rumah nenek, dan tulisanku terus berlanjut dan meningkat hingga menjadi sebuah cerpen.
Aku semakin mencintai dunia menulis, dari mulai puisi, cerpen, cerbung, dan lain-lain. Aku juga membaca beragam buku dan majalah. Novel remaja pertama yang kubaca adalah novel Dealova yang saat itu langsung booming dan bestseller. Karena tertarik maka aku mulai belajar membuat novel. Di tahun 2004, aku pun mengirimkan novel karya pertamaku ke penerbit.
Tapi Tuhan seperti berbisik sangat pelan, bahwa belum waktunya karyaku berada di book store. Ternyata perjalananku masih sangat panjang, aku menulis novel dan mengirimkannya ke penerbit sejak duduk di kelas 2 SMA. Uniknya saat itu aku belum memiliki laptop, sehingga masih menulis manual di buku tulis yang lalu ditulis ulang di komputer oleh Mamaku di komputer kantornya.
Tapi bagiku itu adalah bagian dari perjuangan, dan aku terus belajar menulis dengan membaca semakin banyak buku. Baru saat duduk di bangku kuliah aku memiliki laptop, dan mulailah aku menulis sendiri tanpa harus dibantu Mama. Tahun 2009-2010 aku menulis novel dengan judul 1 perasaan 3 logika. Aku hanya memerlukan waktu sekitar 3 bulan untuk menyelesaikan novel itu.
Tahun 2013 aku mulai berani mengirimkan novel itu kembali, setelah beberapa tahun putus asa karena selalu ditolak oleh penerbit. Tahun 2014 aku mendapat balasan email, ternyata novel berjudul 1 perasaan 3 logika itu diterima oleh penerbit dan mulai ada di toko buku sekitar tahun 2015.
Jatuh bangun dalam menulis, mencari sumber dari berbagai buku dan majalah, banyak bertanya pada penulis senior, dan tentu banyak membaca adalah beberapa hal yang terus kulakukan hingga saat ini untuk mendapatkan tulisan yang bagus. Perjuanganku dalam menulis novel dan mengirimkannya ke penerbit, dari tahun2004 silam ternyata dijawab di tahun 2014.
Sepuluh tahun menunggu is not a joke, tentu tak jarang aku putus asa. Sampai pernah ada seseorang yang mengaku seorang cenayang, bilang padaku bahwa menulis hanya akan menjadi hobiku. Tak akan pernah menjadi sebuah profesi, tapi buktinya keputusan Tuhan lain lagi. Sekarang aku menjadi penulis artikel sekaligus penulis novel yang masih akan menulis sampai kapanpun.
Karena aku suka menulis, karena mainanku sehari-hari adalah kata-kata, dan karena tulisan selalu memberi energi baru dalam hidupku, maka aku akan selalu menulis.